Bahasa jepang: Bedanya, zenbu, subete, minna, issho

Artikel ini atas idenya Dik Nisa.

Makna 'keseluruhan' dalam bahasa Jepang.

MAMA

'mama' arti yang sebenarnya 'sedang-sedang saja; lumayan; cukup'
Misalnya:
A: kono okashi wa oishii desu ka? (Kue ini enak?)
B: ee, mama desu. (ya, lumayan)

Tapi 'mama' juga bisa berarti "dibiarkan dalam keadaan..." bila mengikuti kata kerja bentuk ~ta. (dah belajar kata kerja konjugasi bentuk ~ ta?)
MIsalnya:

1. Denki ga tsuitamama, heya o dekakemasu.
(Saya keluar kamar dalam keadaan listrik dibiarkan menyala)
2. Sono mama, oite kudasai.
(Letakan begitu saja!; / biar begitu saja!)

*tsuita berasal dari kata kerja bentuk kamus 'tsuku',= dengki ga tsuku (listrik menyala)

SUBETE, ZENBU, MINNA
'subete' artinya "semuanya, keseluruhannya; semua; total", dan 'zenbu' berarti 'keseluruhan dari tiap bagian' untuk menyatakan keseluruhan benda atau sesuatu. Sedangkan 'minna' berarti "semua" untuk menyatakan keseluruhan orang.

1. Iro-iro na hon wa koko ni subete arimasu.
(berbagai buku ada di sini semuanya)
2. Kono kikai no buhin wa zenbu hako no naka ni arimasu.
(Sparepart mesin ini semuanya ada di dalam kotak)
3. Gakusei wa minna nihongo de hanashimasu.
(Para siswa semuanya bicara dalam bahasa Jepang)

Kalimat (1) menunjukkan keseluruhan buku, bukan bagian-bagian buku. Kalimat (2) menunjukkan keseluruhan dari bagian mesin. Kalimat (3) keseluruhan orang, bukan benda.
* dalam percakapan sehari-hari "subete dan zenbu" terkadang sulit dibedakan, atau kadang juga berdasarkan kebiasaan misalnya;

zenbu desu ka? (semuanya?)
jarang menggunakan kata 'subete desu ka?

TO ISSHO NI
dalam bahasa Indonesia berarti " bersama dengan" menyatakan 'sertaan', jadi bukan menyatakan keseluruhan, kata ini bisa juga sebagai partikel.
Misalnya:

Nisa-san wa koibito to issho ni eiga o mimasu.
(Nisa nonton film bersama dengan pacar)

to issho ni dalam kalimat ini bisa diganti dengan to saja.
'issho' itu sendiri artinya 'keseluruhan' namun biasanya dalam bahasa tulis.

Sedangkan issho ni saja bisa berarti 'secara bersamaan'

Minasan, issho ni ikimasu ka?
(Sodara semuanya, apakah pergi bersama-sama? *secara serempak)

TUTORIAL KATA SIFAT BAHASA JEPANG

Tutorial Kata sifat dalam bahasa Jepang.
Tutorial ini dapa dilihat dalam buku saya terbitan Kesaint Blanc, Jakarta.

Tutorial Hiragana

Tutorial Hiragana ini dapat dilihat dalam buku saya terbitan Kesaint Blanc, Jakarta.

Kalimat berobjek

Kalimat berobjek

Sumber: Buku Bahasa Jepang terbitan Kesaint Blanc, Jakarta.




Tutorial lengkap dapat diperoleh dalam buku saya terbitan Kesaint Blanc, Jakarta.

Koleksi Buku-ku

Siapapun Bisa Bahasa Jepang [65-07-380]
ISBN: 9789792900149
Oleh: Darjat
Siapapun Bisa Bahasa Jepang
Rilis: 20071st Published, Buku ini menyuguhkan materi belajar yang sangat aktual mengenai kultur masyarakat Jepang dewasa ini. Pembahasan tata bahasa Jepang menggunakan gaya penceritaan yang lugas
Halaman: 94p
Penerbit: ANDI
Bahasa: Indonesia
Harga: Rp.19.900
Nilai: belum dirating
Beli Lihat detail buku
Cara Praktis Modeling dan Animasi dengan Swift 3D [65-07-391]
ISBN: 9797636798
Oleh: Darjat
Cara Praktis Modeling dan Animasi dengan Swift 3D
Rilis: 2007Cetakan I, Buku ini mengulas tuntas teori dan praktek yang aplikatif dalam latihan modeling dan animasi 3D dari tingkat dasar sampai menengah.
Halaman: 156p
Penerbit: ANDI
Bahasa: Indonesia
Harga: Rp.38.500
Nilai: belum dirating
Beli Lihat detail buku
Siapa pun Bisa Hiragana dan Katakana [65-07-458]
ISBN: 9797636763
Oleh: Darjat
Siapa pun Bisa Hiragana dan Katakana
Rilis: 2007Cetakan I, Buku ini hadir untuk memberikan alternatif pembelajaran secara praktis dalam bahasa jepang. Dalam mempelajari huruf Bahasa Jepang, kita tidak akan bisa lepas dari huruf hiragana dan katakana. Kesalahan dalam....
Halaman: 74p
Penerbit: ANDI
Bahasa: Indonesia
Harga: Rp.15.000
Nilai: belum dirating
Beli Lihat detail buku
Siapa pun Bisa Bahasa Jepang, disertai pembelajaran huruf Hiragana dan Katakana serta Furigama [65-08-25421]
ISBN: 9789792903041
Oleh: Darjat
Siapa pun Bisa Bahasa Jepang, disertai pembelajaran huruf Hiragana dan Katakana serta Furigama
Rilis: 2008Belajar bahasa terkadang menjemukan bagi seseorang. Namun, jangan khawatir buku Siapa pun Bisa Bahasa Jepang sangat cocok bagi pembelajarn pemula yang ingin menguasai bahasa Jepang secara mandiri dan menyenangkan. Buku ini menyuguhkan materi....
Halaman: 150p
Penerbit: ANDI
Bahasa: Indonesia
Harga: Rp.22.000
Nilai: belum dirating
Beli Lihat detail buku
Siapapun Bisa Bahasa Jerman [65-09-27299]
ISBN: 9789792904697
Oleh: Darjat
Siapapun Bisa Bahasa Jerman
Rilis: 2009Sistem penulisan buku bahasa yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran secara otodidak. Oleh karena itu, buku ini disusun dengan sistem pembelajaran otodidak bagi siapapun, baik pelajar, mahasiswa, karyawan, maupun umum.
Halaman: 198p
Penerbit: ANDI
Bahasa: Indonesia
Harga: Rp.26.500
Nilai: belum dirating
Beli Lihat detail buku
Ungkapan Akhir Kalimat pada Bahasa Jepang Bunmatsu Hyougen [45-09-28558]
ISBN: 9789792247138
Oleh: Darjat
Ungkapan Akhir Kalimat pada Bahasa Jepang Bunmatsu Hyougen
Rilis: 2009Bahasa Jepang merupakan bahasa yang memiliki karakteristik unik. Selain memiliki huruf yang khas, struktur kalimatnya juga berbeda dengan struktur kalimat bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Salah satu keunikan tata bahasanya adalah adanya bunmatsu...
Halaman: 148p
Penerbit: Gramedia
Bahasa: Indonesia
Harga: Rp.35.000
Nilai: belum dirating
Beli Lihat detail buku

sumber: Bookoopedia.com

Panduan Praktis Animasi dengan Flash untuk Pemula

Penerbit: Mediakom, Jogjakarta. Harga Rp 35.000

BUKU YANG TERBIT BULAN INI (Agustus)

1. Bahasa Jepang Dasar + VCD Tutorial
Penerbit: Kesaint Blanc, Jakarta.
2. Percakapan Bahasa Jepang.
Penerbit: Media Kita, Jakarta.

SEGERA TERBIT

Siapa pun Bisa Bahasa Perancis.
Penerbit: ANDI, Jogjakarta.

QADHA DAN QADAR: Bagi Kematangan Berpikir dan Bersikap


YAKIN AKAN QADHA DAN QADAR
(Bagi kematangan berpikir dan berserah diri)
Landasan pijak
Pembahasan keyakinan terhadap Qadha dan Qadar dalam bahasan ini lebih pada keyakinan atas keuniversalan ketetapan dan ketentuan Tuhan. Siapa pun yang yakin atas ketentuan dan ukuran itu maka kesuksesan dan kebahagianlah yang akan diraih. Pandangan Islam terhadap Qadha dan Qadar memang sangat jelas, saya akan membahas dari sudut lain tentang topik ini untuk menambah keyakinan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan hidup dapat diwujudkan dengan meyakini adanya ketentuan dan ukuran segala sesuatu dari alam raya ini. Segala sesuatu yang kita yakini dan kita inginkan maka akan kita peroleh sesuai dengan ketetapan dan ukurannya. Kekuatan Tuhan atas ketentuan dan ukurannya telah diamanahkan kepada manusia, tinggal bagaimana kita menyikapi dan mengelolanya. Seseorang yang berusaha untuk bahagia, maka ketetapan dan ukurannya ia akan meraih kebahagiaan itu, demikian juga bila kita ingin sukses dan berusaha untuk meraihnya, maka ketentuan sukses akan dicapainya beserta ukurannya.
Qadha dan qadar adalah kehendak Tuhan sebagai penentu hasil akhir dari apa yang telah diusahakan. Ketentuan dan ukuran yang ditetapkan oleh Tuhan sebagai imbalan yang pasti setimpal.
Siapa kita?
Sebuah hadist mengatakan, barang siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya. Manusia sebagai refleksi perwujudan dari keberadaan Tuhan mestinya sudah tidak perlu diragukan lagi. Diri kita terbangun dari roh dan jasad, meski Tuhan telah memberi pengetahuan sedikit tentang roh, namun bukan berarti manusia tidak diberi kewenangan untuk memahami kekuatan roh itu. Jasad sebagai wadah realisasi roh sudah merupakan cukup bukti bahwa Tuhan benar-benar berperan dalam menentukan keberlangsungan hidup manusia. Bila dicabut roh itu oleh Tuhan, maka jasad itu tidak bergerak dan sama seperti materi yang lainnya. Jasad adalah perantara bagaimana roh merealisasikan kehendak-Nya, karena roh adalah fitrah yang suci, default bawaan manusia sejak lahir. Rasa sakit karena luka pada jasad tidak akan berarti bila kita mampu mengalihkannya dengan kekuatan roh. Seorang mujahid tidak akan merasa gentar dengan kematian jika ia sudah mempercayakan raganya kepada rohnya, mitos seorang samurai tidak merasa gentar untuk melakukan harakiri saat jiwanya telah menyatu dengan semangat rohnya, bahkan pasukan Nazi sekalipun disadari atau tidak telah menyerahkan keyakinan hidupnya kepada rohnya, terlepas dari kejam atau tidaknya, karena mestinya kematian bukanlah suatu hal yang menyakitkan. Keuniversalan sifat-sifat roh adalah mengakui keberadaan Tuhan, seberapapun jiwa sadar, logika, atau keegoan manusia tidak mengakui adanya Tuhan, tetap saja roh akan menolak anggapan itu, seorang ateis sekalipun, suatu saat pasti merasakan ketakutan tertentu, dan akan mengakui ada sesuatu di luar kekuasaannya. Roh menjadikan manusia bersemangat dan bahkan tak terkendali tapi sifatnya absolut tidak mengenal ruang dan waktu, kalaupun jasad dianggap sebagai tempat roh bukan berarti ia terikat pada ruang, melainkan untuk membawa dan membimbing kearah mana manusia itu semestinya menuju.
Kita adalah manusia. Manusia yang telah dinobatkan sebagai mahluk paling sempurna oleh Tuhan. Tuhan tidak akan bohong dengan informasinya. Kalau manusia sebagai mahluk sempurna berarti kita tidak perlu takut dengan apa yang dihadapi. Kesempurnaan yang dinobatkan kepada manusia bukan saja berwujud fisik, tapi juga bisa berwujud nonfisik. Kesempurnaan menurut Tuhan tentu terkadang tidak bisa disamakan dengan kesempurnaan menurut manusia. Manusia dikatakan sempurna oleh Tuhan karena ia memiliki suatu komposisi yang seimbang yang dapat menghidupkan manusia itu sendiri hingga ia ada. Menurut kita mungkin seseorang dikatakan secara fisik tidak sempurna atau cacat, itu karena kita membandingkan dengan keuniversalan wujud manusia, bukan melihat berbagai komposisi yang harmonis yang membentuk jiwa dan raganya. Misalnya seseorang yang buta, saat berjalan ia bisa merasakan bahwa di hadapannya ada sesuatu yang menghalanginya, maka ia berusaha menghindari penghalang itu, bukankah ini suatu kelebihan, kekurangannya yang kita anggap tidak bisa melihat, namun disempurnakan ia dengan perasaan yang kuat untuk mendeteksi sesuatu, sedangkan sisi ini tidak dimiliki orang pada umumnya. Bukankah ia bisa dikatakan sempurna.
Kesempurnaan bergantung pada pikiran setiap orang. Ada orang yang merasa sudah sempurna manakala suksesnya sudah diraih, ada pula yang merasa sempurna manakala segala kebutuhannya sudah diperolehnya. Kesempurnaan mestinya selaras dengan rasa berkecukupan, maka bahagialah seseorang bila sudah merasa cukup.
Oleh karena itu hidup kita ini sebenarnya sudah sempurna. Kalau ada orang yang belajar ingin mencapai kesempurnaan, bukan berarti harus mencari jauh-jauh di luar dirinya. Temukanlah kesempurnaan, kebahagiaan, kenyamanan itu dalam diri sendiri. Ingat, manusia diciptakan oleh Tuhan berikut perangkatnya. Perangkat ini ada dalam diri kita sendiri maupun dalam alam semesta. Segala sesuatu diciptakan untuk kebutuhan manusia, makanya tidak perlu ragu untuk mendapatkannya. Untuk menemukan kekurangan dalam motivasi mencapai kesempurnaan itu adalah dengan pikiran. Tuhan mengisyaratkan bahwa sesungguhnya terdapat tanda-tanda dalam alam dan diri manusia itu sendiri bagi orang yang berpikir dan yakin. Siapa pun secara universal manusia dikaruniai pikiran. Rosulullah Muhammad S.A.W. membentuk negara Madinah karena beliau selalu berpikir bagaimana menyempurnakan tatanan kehidupan yang diridhoi Tuhan, Ibnu Sina menemukan tehnik-tehnik kedokteran karena ia berpikir bagaimana cara-cara melengkapi pengobatan, Alexander Graham Bell menemukan alat komunikasi telepon karena ia berpikir bagaimana melengkapi hubungan jarak jauh yang pada masa itu dirasakan tidak praktis, dan seterusnya. Semua yang mereka pikirkan adalah untuk mencapai kelengkapan, hingga kesempurnaan dalam kehidupan umat manusia itu sendiri.
Hakikat kesempurnaan itu sebenarnya sudah diciptakan dan ada oleh Tuhan, namun tidak serta merta kesempurnaan itu dilekatkan dalam setiap manusia dengan tidak harus difahami dahulu. Coba bayangkan jika saja manusia sudah memahami akan kesempurnaan dirinya, tentu saja tidak akan ada manusia yang mau berusaha lagi, tidak ada perjuangan, tidak ada tujuan yang ingin dicapai, tidak ada perubahan, itu artinya tidak tumbuh dinamika, maka kalau manusia tidak ada dinamika lagi, lalu untuk apa alam semesta ini diciptakan, bukankah untuk dikelola manusia? yah, khusus untuk manusia bukan mahluk lain, karena mahluk lain pun diperuntukkan bagi kesempurnaan manusia itu sendiri.
Keyakinan atas Qadha dan Qadar
Secara gampang saja, Qadha adalah ketentuan atau ketetapan dan Qadar adalah ukuran. Segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan disesuaikan dengan ketentuan dan ukuran-Nya. Tidak ada manusia diberi ketetapan yang tidak sesuai dengan ukuran dan kemampuannya. Qadha dan qadar senantiasa berjalan berkesinambungan. Semua materi termasuk manusia di alam raya ini sudah diciptakan sesuai dengan ketentuan dan ukurannya masing-masing, air misalnya ditentukan memiliki sifat dapat mengikuti bentuk sesuai yang ditempatinya, dan ia memiliki wujud cair sehingga fleksibel, ia tidak akan sama dengan sifat-sifat yang dimiliki api, karena kalau sama, itu berarti tidak sesuai dengan qadar-nya sebagai air. Demikian juga manusia
Tetapkanlah suatu target sebesar-besarnya yang bisa jadi meski menurut jiwa sadar atau logika kita tidak mungkin, tapi percayalah jiwa bawah sadar kita akan merespon dengan antusias dan akan mengarahkan prosesnya pada ketetapan dan ukuran yang besar pula. Saya punya beberapa sahabat yang memiliki kekuatan berpikir dan berkeyakinan bahwa ketentuan yang besar akan diraih bila ukuran yang ditergetkan juga besar. Mereka ingin mencapai pendapatan perbulan 50 juta rupiah yang diusahakan oleh lima orang, maka target yang dicanangkan bukan 50 juta melainkan 100 juta, mengapa demikian, sesungguhnya mereka menegaskan dalam jiwa bawah sadarnya yang cerdas dan tidak banyak pertimbangan untuk mengharapkan itulah yang harus diraih. Meskipun pada akhirnya hasil yang diraih maksimal mencapai 45 juta, tapi itu adalah hasil terbaik karena sudah qadha dan qadar-nya. Kalau saja mereka menargetkan sesuai angka real yaitu 50 juta, sudah barang tentu semangat untuk meraihnya pun hanya sebesar itu dan bisa jadi hasilnya menjadi tidak maksimal. Maka di sini berlaku hukum bahwa,
Semangat yang kita gerakan adalah sebesar target yang kita tetapkan.
Oleh karena itu, jika kita menetapkan target, katakanlah target real kita angka 10, maka tegaskan pada bawah sadar kita untuk meraih dua kali lipat atau kalau perlu sepuluh kali lipat dari target real, maka yakinlah bahwa semangat untuk berusaha kearah pencapaian pun akan sebesar sepuluh kali lipat pula. Inilah yang dikatakan sebagai Qadha dan Qadar.
Hal ini sejalan dengan pola pikir kita, misalnya suatu saat kita punya kebutuhan mendesak, katakanlah kita butuh uang 500 ribu rupiah, sedangkan kita sedang tidak memiliki uang itu, terpaksa harus meminjam kepada tetangga atau teman. Pada kondisi tertentu ternyata teman kita juga sedang pas-pasan, dengan memahami keadaan ini, cobalah kita meminjam sejumlah 1 juta rupiah, dan kalau ia teman atau tetangga yang baik paling tidak akan berkata, ”Aduh maaf, kalau uang sebanyak itu saya tidak punya, tapi kalau cuma 500 ribu sih ada.” bandingkan jika kita meminjam sesuai jumlah yang kita butuhkan, bisa jadi kita hanya mendapatkan setengah dari apa yang kita harapkan. Namun pada kondisi ini tentu saja berbeda kasusnya bila teman itu memang meminjamkan sesuai yang kita minta.
Kekuatan bawah sadar
Sebuah kekuatan yang dahsyat berada pada diri kita sendiri. Obat paling mujarab 90% adalah diri kita sendiri, jadi mengapa kita tidak tahu potensi diri kita sendiri. Segala sesuatu yang kita rasakan adalah berasal dari hasil penciptaan pikiran kita. Rasa sakit kita rasakan karena dalam pikiran terdapat memori tentang rasa sakit, tapi cobalah kita balikkan fakta tersebut. Pikiran yang berupa semangat dapat mengubah segalanya. Seorang samurai ketika melakukan harakiri (hara ’perut’, kiri ’memotong’), ia mampu bertahan dalam beberapa detik untuk melakukan sayatan demi sayatan pada perutnya, mengapa ia bisa bertahan hingga bisa menuntaskan proses harakiri-nya? jawabnya karena kekuatan pikiran mampu mengendalikan dan memberi semangat kedalam jiwanya.
Alam pikiran manusia terbagi dalam dua zona, yaitu pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Sebenarnya kedua pikiran kita ini selalu saling berdialog sepanjang hayat berdaarkan perannya masing-masing. Ketika pikiran sadar menginginkan suatu tindakan maka pada prosesnya pikiran bawah sadar turut melakukannya, Pernahkan kita terpikirkan saat kedua tangan kita melakukan pekerjaan, sementara jantung selalu memompa darah selama dua puluh empat jam, Pada saat kita memikirkan sesuatu atau sedang melamun misalnya, maka pikiran kita akan melakukan dialog, realisasi dari dialog itu seolah-olah jika kita melihat orang lain seperti ngomong sendiri, padahal itulah kenyataannya bahwa pikiran sadar dan bawah sadar sedang berdialog.
Pada saat kita sedang menetapkan suatu keinginan, maka katakanlah keinginan kita itu kepada jiwa bawah sadar, niscaya ia akan mendengar tanpa melupakannya sedikit pun. Kecerdasan bawah sadar tidak akan membohongi kita. Ia memantau tanpa henti dan akan bertindak sesuai keinginan dan harapan jiwa sadar kita. Kecerdasan yang dimiliki jiwa bawah sadar menjadikan segala tindakan yang diinginkan jiwa sadar akan akurat dilakukan. Pernahkah kita membayangkan suatu ketika, dalam rutinitas yang kita lakukan ternyata banyak yang dikelola oleh jiwa bawah sadar. Jiwa sadar hanya melaporkan dan mengatakan rencana, dan pada pelaksanaannya jiwa bawah sadarlah yang membimbing kita ke jalan menuju hal yang dinginkan.
Pada rutinitas pagi, kita mengatakan secara sadar dalam hati berniat akan segera berangkat ke kantor pukul tujuh. Niat ini secara tidak langsung sebenarnya disampaikan jiwa sadar kita kepada jiwa bawah sadar yang sudah faham keinginan tersebut. Kemudian jiwa bawah sadar dengan rela akan melakukan rangkaian kegiatan secara otomatis sampai pada saat jam menunjukkan pukul tujuh. Rangkaian kegiatan tersebut bisa berupa bersiap-siap, mandi, sarapan dan lain-lain, kemudian pada saatnya pukul tujuh jiwa bawah sadar itu akan mengingatkan kita agar segera berangkat. Sampai dalam perjalanan, pasti kita pernah melakukan serangkaian tindakan secara sadar, seperti mengobrol sambil nyetir, berpikir tentang rencana-rencana yang akan dilakukan di kantor dan lain-lain, hingga tanpa terasa tiba-tiba kita sudah sampai di tempat kerja, nah siapakah yang mengontrol kendaraan kita, mengarahkan jalan dan membimbing kita? tiada lain jiwa bawah sadar kita yang cerdas dan telah terlatih.
Kita hanya perlu melaporkan tujuan yang akan dilakukan dan pada prosesnya biarlah pikiran bawah sadar kita yang dahsyat yang akan melakukannya. Tetapkan hati dengan konsisten dan lakukanlah dialog padanya tentang harapan kita, maka ia pasti akan melakukannya dengan tanpa kita bersusah payah. Bila segala sesuatu yang berat selalu kita serahkan kepada alam bawah sadar maka sesungguhnya kita melatih diri sendiri untuk melakukan keikhlasan. Kekuatan bawah sadar akan merefleksi saat kita terdesak tanpa harus diminta. Seorang ahli bela diri akan secara refleks menangkis atau menghindari sebuah serangan, maka pada saat inilah pikiran bawah sadar yang sudah terlatih yang berperan, pikiran sadar tidak akan tahu bagaimana prosedur menghindar pada saat itu dalam sekejap, tapi pikiran bawah sadar tidak akan menunggu perintah ia akan otomatis merespon apa yang seharusnya dilakukan.
Alam bawah sadar mencetak apa yang dikehendaki oleh alam sadar, ia mampu mengakumulasi segala kehendak baik yang positif maupun yang negatif. Jika kita mampu berpikir secara benar, tepat, harmonis, menyenangkan, lalu secara tidak disengaja mengendap dalam pikiran bawah sadar, maka pikiran bawah sadar akan melipatgandakan daya kerjanya dengan cara yang terbaik dan jujur. Dalam kasus tertentu, terkadang kita mengatakan “ Akan saya coba dulu”, “Sepertinya saya tidak akan mampu”, maka sesungguhnya bahwa pikiran dan perasaan bawah sadar kita akan menanggapi apa yang dikatakan oleh pikiran sadar kita. Pikiran sadar mengatakan hal tersebut karena mungkin memiliki pertimbangan rasional, tapi tidak berlaku bagi pikiran bawah sadar. Ia akan berlaku indifenden untuk memutuskan mampu untuk melakukannya, karena ia yakin bahwa Tuhan telah memberi kemampuan untuk itu. Anggapan mampu dan tidaknya suatu tindakan yang akan dilakukan tentunya didasarkan pada getaran energi yang ada pada jiwa bawah sadar. Jadi tidak serta merta apapun dapat dilakukan. Pikiran bawah sadar seorang tukang becak tidak akan mengatakan ia mampu menjadi presiden, karena getaran energi yang mengarah ke sana hampir tidak memungkinkan atau bahkan mungkin tidak ada dari berbagai aspek. Lain lagi misalnya bagi seorang dosen, pikiran bawah sadar akan mengijinkan untuk mengatakan mampu karena paling tidak getaran energi yang melingkupinya dapat mendukung ke arah sana, misalkan karena pertimbangan intelektualitas, banyaknya relasi, kompetensi dan faktor-faktor yang memungkinkan energi itu mengalir ke arah tujuan yang dimaksudkan.
Dalam dunia kesadaran, pikiran selalu berkolaborasi dengan hati, sedangkan dalan dunia bawah sadar, pikiran selalu berkolaborasi dengan nurani, itu sebabnya nurani tidak akan pernah bisa bohong, karena ia melekat dengan pikiran bawah sadar, ia akan muncul dan disadari apabila terjadi suatu pertentangan batin. Pikiran sadar mengatakan ‘tidak’, padahal sebenarnya menurut nurani mengatakan ‘ya’. Oleh karena itu kejujuran adanya pada nurani, karena nurani dapat merasakan keikhlasan dan penerimaan yang sangat tinggi, ia akan merasakan tanpa rekaan pikiran sadar. Pikiran sadar akan dikalahkan oleh nurani kalau kita mau benar-benar terbuka untuk menjelmakannya. Nurani adalah fitrah manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan untuk mendampingi manusia sadar agar dapat merasakan kejujuran dan kebijaksanaan.
Pikiran kita
Pikiran kita akan mampu menciptakan segala yang kita impikan. Karena pada hakekatnya pikiran itu sebagai alat dan cara untuk menjelmakan apa-apa yang sudah disediakan Tuhan untuk kita. Apapun yang kita pikirkan untuk takut, maka akan takutlah diri kita, namun sebaliknya jika kita berpikir berani, maka akan beranilah kita. Getaran-getaran pikiran manusia antar manusia atau alam akan saling mempengaruhi, jika getaran positif yang kita alirkan, maka fenomena positiflah yang akan menghampiri kita, demikian juga jika getaran negatif yang lebih dominan, maka fenomena negatiflah yang akan menghampiri. Inilah oleh para ahli dikatakan sebagai hukum ketertarikan. Manusia akan saling mempengaruhi satu sama lainnya baik dengan alam maupun manusianya itu sendiri.
Jiwa dan raga yang sehat terbentuk dari pola pikir yang sehat. Apapun yang secara mental kita terima dan diyakini, maka akan mengendap dalam pikiran bawah sadar.
Kebutuhan dan keinginan
Kebutuhan dan keinginan adalah hal yang berbeda. Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi dengan penuh pertimbangan dan dapat mencukupkan diri kita sendiri, sedangkan keinginan sifatnya tidak terbatas. Keinginan pada setiap diri kita sangat banyak, itu sebabnya mengapa kita sebagai manusia selalu merasa tidak puas terhadap segala keinginan yang sudah diperoleh. Keinginan akan bersifat positif manakala disesuaikan dengan kebutuhan. Keinginan bisa memuat nafsu yang tak terkendali sehingga tidak mempertimbangkan apakah keinginan tersebut dapat terpenuhi sesuai kebutuhan atau tidak, dan banyak dari kita merealisasikan keinginan itu tanpa memperhatikan ketepatan dalam pemenuhan kebutuhan itu. Pada saatnya nanti keinginan-keinginan itu dapat membangun sifat-sifat riya, sombong dan tidak bersyukur.
Sementara itu, pemenuhan keinginan yang disesuaikan dengan apa yang kita butuhkan dapat menciptakan diri kita yang selalu berkecukupan.
Berani introsfeksi diri
Ikhlas akan keberterimaan diri kita memang terkadang di luar kemampuan untuk dikendalikan. Tapi yakinlah bahwa segala sesuatu sudah ditentukan apa adanya. Berpikirlah bahwa kebahagiaan dan keikhlasan untuk menerima itu hanya dapat diciptakan oleh diri sendiri, kesalahfahaman yang terjadi pada orang lain tentang diri kita adalah efek atau refleksi dari diri kita. Saya memilki seorang atasan ia memandang saya sebagai orang yang tidak kompeten dalam beberapa hal, meskipun di sisi lain ia mengakui kemampuan saya dalam bidang tertentu. Pada mulanya saya merasa bahwa saya tidak diberi kepercayaan penuh pada tugas tertentu, dan hal ini membuat saya merasa marah, seolah-olah merasa tidak diakui dan meremehkan kemampuan saya hingga akhirnya saya merasa tidak simpatik padanya. Satu sisi mungkin baik bagi saya karena dengan adanya perasaan itu membuat saya untuk terus berusaha membuktikan kompetensi yang saya miliki, dan ingin menyatakan bahwa saya mampu. Namun sisi lain ternyata perasaan seperti itu menguras banyak energi, perasaan, dan pikiran, benar-benar menyiksa. Akhirnya saya putuskan untuk tidak memikirkan dari sisi ketersiksaan itu. Saya refleksikan bahwa apa yang membuat atasan saya itu berpikir demikian adalah karena bermula pada diri saya sendiri. Terlepas dari pertimbangan otoritas dan karakter seorang atasan, saya lakukan instrosfeksi diri dan menemukan bahwa ternyata memang kinerja saya yang kurang bagus, ketaatan dan disiplin kerja yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya, dan jiwa penentangan saya yang membuat atasan saya tidak berkenan. Pertentangan yang dibalas dengan perlawanan hanya akan menghasilkan penolakan, itu sebabnya mengapa pada saat itu saya tidak berdaya.
Menumbuhkan kepercayaan kepada orang lain sifatnya tidak bisa dipaksakan, seperti kita bercermin, maka yang ditemukan adalah wujud kita yang mirip seperti apa adanya meskipun jenis, ukuran, posisi cermin kita ubah, tapi gambar kita akan tetap sama, bila bagian tubuh kita gerakkan maka wujud yang ada dalam cermin pun akan bergerak sama percis seperti yang terjadi pada yang aslinya. Demikian juga pada saat kita ingin membangun kepercayaan, orang lain adalah cermin bagi diri kita, ketika kita berkata tidak senonoh pada seseorang, maka orang tersebut akan bereaksi sama seperti yang kita lakukan meski dalam bentuk yang berbeda, namun esensinya tetap sama yaitu sama-sama ketidaknyamanan. Orang mempercayai kita, karena pada awalnya kita telah memberikan kepercayaan pada orang tersebut. Awali pemberian itu dan jangan hanya menunggu untuk penerimaan. Kalau kita hanya menunggu dan tidak mengawali, ingatlah bahwa sesungguhnya orang lain tidak semua, atau belum tentu mau melakukan pemberian. Kalau kita memberikan refleksi kebaikan maka kebaikan pula yang akan menghampiri kita. Ingatlah prinsip bahwa yang mengatur diri kita dan alam semesta adalah diri kita sendiri sebagai delegasi kekuatan Tuhan, untuk itu kewenangan yang kita miliki untuk mengelola alam semesta ini bermula dari setiap manusianya. Alam ini akan bersikap bijaksana bila kita memperlakukannya dengan bijak, demikian juga seseorang akan berlaku baik kepada kita bila kita berlaku baik pula padanya. Ini adalah hukum yang sudah digariskan oleh Tuhan.
Komunikasikan dengan orang terdekat
Setiap bangun pagi menyongsong hari yang harus dijalani, saya selalu berkata kepada istri saya, “Hari ini pun semangat, ya Mi!”, sambil saya peluk. Sesungguhnya ucapan itu sengaja saya buat untuk mengkomunikasikan dan menegaskan ke dalam bawah sadar bahwa saya benar-benar siap menghadapi hari itu dengan penuh percaya diri dan menyenangkan.
Kekuatan Qadha dan Qadar
Mencapai keikhlasan hati
Keyakinan terhadap qadha dan qadar akan membuat kita merasa ikhlas dalam menerima segala sesuatu. Bagaimana cara kita membangkitkan keikhlasan hati melalui keyakinan qadha dan qadar ini. Yakinlah bahwa apa yang telah ditentukan adalah disesuaikan dengan ukurannya. Hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang telah diusahakan. Kekuatan tangan Tuhan sangat adil dengan segala pertimbangannya. Manusia tidak ada yang kurang atau dirugikan oleh Tuhan sedikitpun, kecuali pikiran egonya yang selalu merasa begitu.

Discourse Analysis (Analisis Diskursus)_Sebuah Rekayasa Bahasa

KRITIK ANALISIS DISKURSUS MELALUI REFEREN DAN IMPLIKATUR

(Sebuah rekayasa bahasa dalam berpolitik)


  1. Latar belakang

Berangkat dari perkembangan bahasa sebagai alat komunikasi dalam bermasyarakat dan bernegara, maka tidak terlepas pula pijakan kita terhadap faktor-faktor yang menjadi fenomena perkembangan kebahasaan itu. Fenomena ini tentu saja tidak bisa terlepas pula dari kajian terhadap konteks bahasa yang digunakannya, baik secara pribadi maupun sosial karena hal ini akan menentukan bagaimana pengaruh bahasa sebagai alat interaksi sosial.

Banyak pemerintahan dalam sebuah negara terjajah yang mengalami masa-masa imperialisme, secara langsung bahwa otonomi pemerintahan mampu mengatur segala urusan rumah tangga sebuah negara karena memiliki kekuatan yuridis maupun de facto. kekuasaan tersebut mampu menguasai berbagai sektor baik ekonomi, sosial, maupun politik. Di sisi lain kekuatan politik ini justru melahirkan eksploitasi dan manipulasi, dan bagi golongan tertentu menjadi sebuah alat untuk kekuasaan. Hal ini karena golongan tersebut memiliki kekuatan politik yang terkendali, sehingga disadari atau tidak, kehidupan berpolitik ternyata sangat memengaruhi jalannya roda pemerintahan. Pemerintahan sebagai tempat para bapak-nya rakyat menjadi pengabdi politik dan rakyat yang justru menjadi budak politik, imbasnya kekuasaan imperialis nasional yang akan lahir. Ketidaksadaran ini terus membelenggu para ‘bapak’ pemerintahan dengan tanpa melihat rakyat yang lugu dan terexploitasi. Maka lahirlah imperialisme modern nasional.

Imperialisme modern yang dimaksud di sini adalah bentuk baru yang menunggangi kehidupan berpolitik dewasa ini. Pelaku manipulasi bahasa ini adalah para aparatur dan semua komponen yang memiliki kepentingan dan kekuasaan dalam pemerintahan. Sistem lama berwujud baru ini hanya entitas perubahan kepompong menjadi kupu-kupu dewasa, hanya masa yang menentukan perubahan tersebut. meskipun esensi tetap sama yaitu permainan bahasa yang melahirkan sikap kolektif yang sama. Suatu cara dan sikap berpikir modern dalam kehidupan berpolitik menentukan arah dan tujuan suatu pemerintahan yang modern. Akan tetapi, sikap dan cara tersebut bila tidak dibarengi dengan etika dan kultur nasionalisme maka akan menjadi sikap imperialis modern berwajah kultur pribadi atau nasionalis, hingga pada tarap berikutnya perubahan itu hanyalah seperti ganti baju, baju barat menjadi baju ketimuran sedangkan badan yang dikenai baju tetap itu-itu juga.

Masalahnya sekarang, kekuatan apa yang mampu memanipulasi dan mengelabui itu, yang dapat dengan rapi menutupi segala gerak-gerik imperialisme modern. Ternyata sebuah komunikasi politik sebagai salah satu penentu yang dapat melindungi imperialisme tersebut. Komunikasi politik tersebut sebagai bentuk kerjasama politik yang seolah-olah saling menguntungkan di semua pihak. Namun ada entitas yang sangat penting yang dapat ditelaah dari sebuah komunikasi politik tersebut, yaitu kekuatan bahasa. Pada saat sebuah komunikasi dilahirkan maka peran bahasa akan sangat memengaruhi keberhasilan suatu negosiasi politik dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama. Kekuatan bahasa ternyata dapat menentukan siapa yang menjadi juara dalan sebuah negosiasi, semakin hebat permainan bahasa maka lawan yang dinego akan semakin tidak sadar bahwa ia sudah terpengaruhi.

Bahasa yang digunakan dalam komunikasi antar manusia memiliki tujuan untuk saling memenuhi maksud tertentu karena pada dasarnya manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa berinteraksi satu sama lainnya. Dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi, berpolitik, hingga membentuk suatu komunitas terbesar yang memiliki tujuan yang sama yaitu negara. Dalam negara terdapat pemegang atau pengontrol komunitas yang dikenal sebagi pemerintah, maka kemudian pemerintah inilah yang akan berkomunikasi dengan rakyatnya untuk mencapai tujuan-tujuan negara. Pada tataran selanjutnya dalam membuat kebijakan-kebijakan yang terkendali pemerintah harus berupaya berpolitik agar kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dan diterima oleh rakyatnya. Bila kebijakan tersebut dirasakan akan mengundang kontradiksi maka peranan bahasa akan sangat dibutuhkan agar tidak ada kesan pertentangan. oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini rekayasa bahasa dalam berkomunikasi mau tidak mau akan terjadi.

Atas dasar inilah penulis merasa perlu untuk menelaah fenomena konteks kebahasaan yang terjadi dalam komponen kekuasaan sebagai rekayasa politik atau propaganda melalui ciri eufemisme dan akronim. Fenomena ini terjadi dalam masyarakat khususnya dalam perkembangan bahasa yang ditinjau dari sudut kritik kontekstual dalam jiwa kekuasaan.


  1. Pertanyaan penelitian

  1. Sejauh mana implikatur kebahasaan dalam penyampaian sebuah pesan.

  2. Seberapa jauh pengaruh bahasa dalam komunikasi politik yang terjadi di masyarakat.



  1. Kerangka teori

Discourse atau diskursus merupakan disiplin ilmu yang menyelidiki hubungan antara bentuk dan fungsi dalam komunikasi verbal (Jan Renkema, 1993: 1). Dalam penelitian ini dilakukan pengkajian tentang seberapa jauh referen dan implikatur yang digunakan dalam tuturan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam bentuk-bentuk lisan dan tulisan di media massa.

Berangkat dari tujuan suatu konten yang ingin disampaikan seorang penutur, bahasa yang direkayasa akan sangat memengaruhi hasil yang ingin dicapai. Menurut Chaedar Alwasilah (1997), rekayasa atau perencanaan bahasa dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memfungsikan ragam bahasa (lokal, nasional, regional, global) untuk memenuhi tujuan politik. Bagi suatu masyarakat bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan suatu gejala dan identitas sosial, tetapi juga merupakan suatu ikatan batin yang sukar ditinggalkan, (Abdul Khaer, 2003). Dalam kaitannya dengan konten yang ingin disampaikan dalam sebuah propaganda politik, rekayasa bahasa dapat menjadi alat untuk menggolkan suatu tujuan (Herujati Purwoko, 2004), hal ini berkaitan dengan bagaimana fenomena kebahasaan dapat menentukan kompromi politik melalui konteksnya.

Dalam menyampaikan berbagai pesan-pesan politis, sering ditemukan penggunaan kata-kata atau frase-frase yang bernuansa eufemisme dan akronim. Hal ini menyangkut pula pada implikatur dari istilah lain dengan tujuan memperhalus atau mengaburkan makna sesuatu topik yang ingin disampaikan. Implikatur terjadi sebagai usaha penulis atau penutur untuk tetap menjaga maxim kuantitas dengan cara menambah istilah lain dengan tanpa menyebutkan kata yang sama berkali-kali, atau penyampai pesan ingin memberikan penekanan lain dengan referen yang sama (Widdowson,2007)

Kecendrungan dalam penggunaan korpus berbahasa sangat menonjol dalam membedakan nuansa makna yang tersirat dalam suatu rekayasa bahasa. Istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan rekayasa bahasa memiliki konten makna yang bersifat akronim dan eufemisme. Secara semantik, akronim adalah pemampatan makna dengan simbol singkat, sehingga ada pengaburan makna yang terkadang ironis dan agak sulit difahami oleh orang awam. Sedangkan eufemisme adalah istilah lain pengkaburan makna yang mengakibatkan substansi permasalahan menjadi tidak jelas karena simbol-simbol bahasa. Dengan adanya kedua kategori makna ini maka sejalan dan akan mengarah kepada pemahaman seperti yang dikatakan oleh Geroge Orwell “…Bahasa politik didesign untuk mengelabuhi kebenaran dan membunuh rasa penghargaan”(Alwasilah:45).

Munculnya pemaknaan akronim dan eufemisme ungkapan rekayasa bahasa itu lahir bergantung pada masa atau jaman. Pada masa orde lama ungkapan-ungkapan bahasa cendrung explisit dan bersifat mengobarkan semangat seperti kata ganyang Malaysia, tumpas, brantas dan lain-lain. Sedangkan pada masa orde baru ungkapan-ungkapan bahasa cendrung implisit demi mengukuhkan legitimasi kekuasaan pada saat itu.

  1. Jenis data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan dengan pemilahan berdasarkan kategori tertentu, sehingga dapat dibedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Data yang terkumpul berupa kata-kata, istilah, frase, atau teks-teks yang diambil dari beberapa media massa. Istilah-istilah tersebut muncul dalam bahasa sosial dan politis keseharian yang sering digunakan dalam masyarakat, pemerintahan ataupun media massa.


  1. Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode studi kepustakaan yaitu dengan cara pengumpulan data yang dilakukan melalui penelaahan berita pada media masa seperti buku, majalah, koran, maupun media televisi baik lisan maupun tulisan. Tehnik pengumpulan yang digunakan adalah dengan cara pemilahan artikel-artikel atau berita yang berkaitan dengan wacana rekayasa politik yang diucapkan pejabat tertentu dalam pemerintahan.


  1. Unit analisis

Unit analisis terdiri dari kata-kata atau istilah-istilah yang mengandung implikatur politis yang sering diucapkan pejabat tertentu. Juga istilah-istilah yang menjadi referen istilah lain yang memiliki nuansa makna lain meskipun esensinya sama yang sering terjadi dalam masyarakat. Selain kata atau istilah yang bermakna referensial, juga penganalisisan dilakukan pada tataran konteks kalimat sebagai kritik diskursus.



  1. Tehnik analisis

Data dianalisis melalui beberapa tahap dengan menggunakan tehnik pemilihan secara acak. Data yang sudah tekumpul secara random kemudian disusun dalam kategori-kategori lalu dijadikan korpus data. Tehnik pemilihan dilakukan atas kategori referensial dan implikatur kebahasaan, oleh karena itu tehnik analisis yang digunakannya pun menggunakan tehnik referensial, yaitu pemaknaan diacukan pada fenomena di luar kebahasaan, seperti sosiokultural dan politik (Sudaryanto, 1993)


  1. Temuan penelitian

Temuan penelitian dilakukan khusus pada istilah-istilah yang mengacu pada referen dan implikatur sebagai kritik analisis diskursus.

  1. Referen

Referen dari sebuah tututuran atau kata tertentu sebagai istilah lain dari apa yang dimaksudkan penutur sering ditemukan dalam artikel-artikel berbagai media massa. Referen ini menjadi ikon kebahasaan yang disadari atau tidak menjadi sebuah kebiasaan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan analisis kontekstual, ikon kebahasaan ini terkadang bisa menunjukan makna yang sepertinya lebih ‘sopan’ daripada esensi sebenarnya yang ingin dikatakan atau ingin dilakukan, sebagai contoh, kata ‘penjara’ lebih menyeramkan daripada kata ‘lembaga pemasyarakatan’, atau bahkan lebih terdengar sopan bagi penjaranya para pejabat dengan mengatakan ‘hotel prodeo’.

Tomi diijinkan meninggalkan hotel prodeo untuk menjenguk ayahnya yang sedang koma.’

(Kompas, 15 Juni 2007)

Hotel prodeo mengacu kepada penjara Nusakambangan tempat Tomi dihukum. Istilah ini dapat mengaburkan makna bahwa situasi penjara sebagai tempat yang menakutkan menjadi tersembunyikan, hal ini dipertegas dengan adanya kata hotel sebagai tempat penginapan yang menyenangkan dalam pemikiran semua orang. Sementara itu dalam tuturan ditemukan juga kata koma. Secara leksikal referen koma itu sendiri adalah tanda baca berhenti sesaat, namun bila dilihat dari analisis diskursus, berdasarkan konteksnya, kata koma pada tuturan di atas mengacu pada keadaan setengah mati, atau keadaan seseorang di antara hidup dan mati. Secara keseluruhan konteks, melalui tuturan seperti ini, seolah-olah penggunaan hotel prodeo hanya cocok diterapkan untuk menerangkan orang tertentu. Bandingkan bila pelaku yang diijinkan meninggalkan penjara tersebut adalah orang awam, tentu saja penggunaan kata ini kurang enak didengar.

‘Pemerintah mulai melakukan operasi ketupat guna menertibkan dan melancarkan arus mudik lebaran.’

(Suara Merdeka, 5 Oktober 2007)

Dalam fenomena kebahasaan lainnya, kita bisa lihat fungsi dan makna kata ‘operasi’ yang pada mulanya, digunakan untuk istilah pembedahan kedokteran, namun pada kenyataannya kata ini meluas penggunaannya seperti ‘operasi ketupat’ sebagai penghalus rajia lalu lintas pada hari Idul Fitri, ‘operasi pekat’, atau bahkan baru-baru ini ada istilah ‘operasi kasih sayang’ untuk merajia para pelajar yang berkeliaran di luar jam belajar, yang ironisnya operasi ini justru menewaskan satu orang siswa (Suara Merdeka, Februari 2008). Pemakaia istilah ‘operasi ketupat’ dianggap terdengar lebih ramah di telinga daripada istilah ‘rajia’. Istilah ini muncul disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat itu, yaitu menjelang Hari Raya Idul Fitri, demikian juga bila natalan tiba maka ‘operasi lilin’ pun dilakukan.

Dalam tataran politis, kita sering mendengar kata ‘kompromi politik’ yang bagi masyarakat awam cukup sulit untuk dipahami, bahkan sebenarnya akan mudah dipahami bila disampaikan dengan bentuk sederhana seperti musyawarah dalam berpolitik. Tentu saja hal ini merupakan gaya bahasa dalam kasus tertentu sebagai fenomena perkembangan bahasa.

Untuk membuktikan kemurnian reformasi, negara harus berani memejahijaukan para koruptor dan kroni-kroninya’

(Kompas, 6 Januari 2003)

Tuturan tersebut diucapkan seorang aktivis dalam orasinya. Dalam tuturan di atas mengandung tiga referen yaitu, negara, memejahijaukan, dan kroni-kroninya. Kata ‘negara’ pada konteks di atas mengacu pada pemerintah yang sedang berkuasa termasuk komponen-komponennya. ‘memejahijaukan’ mengacu pada pengadilan atau bermakna memberi hukuman dengan cara diadili. Sedangkan kata ‘kroni-kroninya’ mengacu pada rekan atau pengikut orang yang dikatakan sebagai koruptor. Kita bisa rasakan bahwa nuansa atau kesan kasar akan sangat terasa pada kata ‘kroni’ dibanding kata ‘kolega’ yang bernuansa lebih positif. Hal ini dimungkinkan karena kata yang disandingkannya adalah kata ‘koruptor’.

Ikon kebahasaan dapat juga muncul dalam media iklan sebagai alat bahasa verbal maupun nonverbal. Ditinjau dari sudut diskursus yang bermakna interpersonal, bagaimana pemirsa dapat terpengaruh secara cepat dengan bahasa periklanan, gambaran tersebut menunjukkan bahwa iklan memang sangat memperhitungkan bagaimana psikologi pemirsa yang sangat diutamakan, sehingga melalui bahasa psikologilah tujuan itu bisa tercapai. Hal ini tentu saja tidak akan terlepas dari bagaimana cara pemerolehan makna bahasa melalui konteks referensial. Konteks yang dimaksud adalah bahwa bagaimana bahasa iklan dapat melekat sebagai jargon dalam masyarakat. Kata-kata atau kalimat yang khas itulah yang membuat konsumen selalu teringat akan produk yang ditawarkan.

Indonesia harus minta maaf kepada Timor Leste atas kejahatan pelanggaran HAM pada masa jejak pendapat. Menlu menegaskan bahwa negara akan bertanggung jawab dan mengusut tuntas oknum pelakunya.

(Jawa Pos, 22 Juli 2008)

Indonesia’ merupakan referen dari pemerintah atau aparatur negara, atau mungkin juga warga Indonesia yang melakukan kesalahan pada masa jejak pendapat. Demikian juga dengan ‘Timor Leste’ mengacu pada pemerintahan atau masyarakat Timor Leste. Kata ‘negara’ sebagai referen kolektif dari pemerintah beserta komponen-komponen di dalamnya. Ada kata yang menarik pada teks di atas, yaitu kata oknum mengandung referensi pelaku yang melakukan tindakan tidak baik, oleh karena itu makna oknum selalu dikaitkan dengan pelaku kejahatan, namun kata oknum akan terasa lebih beradab daripada kata penjahat.

Dalam bahasa-bahasa politik pemerintah orde baru sering pula dimunculkan ungkapan-ungkapan akronim yang referensial untuk menutupi ketidakmampuannya. Misalnya kata ‘kelaparan’ diganti dengan kata ‘rawan pangan’ , ‘korupsi’ diganti dengan kata ‘komersialisasi jabatan’ , ‘pelaku kejahatan’ dengan ‘oknum tak bertanggung jawab’ dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan seperti ini dimunculkan sebenarnya dalam usaha untuk mengeliminir kesan negatif tentang aib yang menimpa oknum tersebut, karena oknum yang bersangkutan ternyata kroninya sendiri. Sehingga ungkapan seperti ini adalah senjata yang dapat melumpuhkan pemikiran masyarakat awam agar tidak berreaksi.

  1. Implikatur

Penulis menemukan bahasa-bahasa penghalus makna dalam media surat kabar atau pun media televisi untuk mengungkapkan nilai rasa. Dari sudut tinjauan analisis diskursus sebagai fenomena kebahasaan yang terjadi dalam masyarakat merupakan suatu ungkapan lingual sebagai proses pengayaan bahasa. Ungkapan nilai rasa ini menjadi suatu ikon yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, misalnya, dalam sebuah berita duka di surat kabar ditemukan pemberitahuan, “Telah meninggal dunia dengan tenang”, “Telah pulang ke rumah Bapak di Sorga”, secara realitas apakah benar semua orang yang meninggal dan keluarganya bisa tenang ketika mendapat musibah.

Kata lokalisasi juga mengandung makna ‘diberi tempat’, ‘ditata dalam suatu tempat tertentu’, namun maknanya menjadi rancu pada saat diterapkan sebagai kata lain dari ‘tempat prostitusi’. Terasa ironis manakala ada ungkapan yang menyatakan pemerintah melokalisasi para tuna susila di sekitar daerah Sunan Kuning, ini berarti pemerintah memberi tempat kepada para tuna susila untuk beroperasi, yang berarti pula mengijinkan adanya prostitusi, menunjukkan kepada orang bahwa kalau ingin berbuat ‘sesuatu’ tempatnya di situ, dan ini tentu saja bertolak belakang dengan undang-undang negara dan norma agama. Efeknya begitu kita mendengar kata ‘lokalisasi’ bayangan yang langsung muncul adalah negatif karena semua orang beranggapan sebagai tempat pelacuran.

Untuk merebut kursi yang lebih banyak di parlemen, tampaknya partai Golkar harus tetap melakukan kompromi politik dengan pertai pemenang pemilu.

(Jawa Pos,23 Juni 2008)

Istilah ‘kompromi politik’ mungkin bagi sebagian orang awam tidak begitu dikenal, kata ini digunakan semata-mata untuk memberikan ketegasan politis dalam hal bermusyawarah untuk mufakat, atau kerjasama politik dalam rangka mencapai tujuan bersama.


Salah satu upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan memberikan dana BLT (Biaya Langsung Tunai). Biaya ini dialokasikan sebagian dari hasil penyesuaian harga BBM, jadi sebenarnya penyesuaian harga ini adalah diperuntukkan untuk pembangunan rakyat. Kata Presiden SBY.

(Berita Indonesia, Edisi Mei 2008)

Upaya untuk memahamkan agar suatu kebijakan yang diluncurkan pemerintah tidak terdengar drastis atau radikal, maka sering digunakan gaya akronim yang terkadang masyarakat awam sebenarnya telah terbodohi, misalnya kebijakan pemerintah yang ‘menaikan harga’ bahan bakar bensin, maka ungkapan ‘kenaikan harga’ ini diganti atau diperhalus dengan ungkapan ‘penyesuaian harga’. ‘dana Bantuan Langsung Tunai (BLT)’ sebagai akronim untuk mengalihkan perhatian dari pola pikir dan anggapan masyarakat secara halus atas sikap pemerintah mengenai kebijakan, bahwa ‘kenaikan harga’ yang ditentang masyarakat, diimbangi dengan kontribusi tindakan nyata berupa subsidi pemerintah berupa BLT. Gaya tuturan seperti ini memang tanpa disadari masyarakat awam yang berpola pikir pragmatis, terutama warga miskin menjadi penyejuk hati. Sementara itu istilah ‘mengentaskan kemiskinan’ merupakan eufemisme bahasa. Bila diruntut dari arti yang sebenarnya, kata ‘mengentaskan’ itu sendiri adalah ‘memindahkan’, maka apakah mungkin istilah ‘mengentaskan kemiskinan’ bisa berarti ‘memindahkan kemiskinan’, ironis sekali, padahal tuturan yang dimaksud adalah upaya pemerintah untuk mengurangi kemiskinan. Oleh karena itu pada konteks tersebut telah terjadi pengaburan makna yang tanpa disadari diakui secara umum.

Pesan-pesan politik dan pembangunan ditandai saratnya akronim dan eufemisme yang terkadang bernuansa propaganda ketimbang kejujuran pesan. Bahkan ada kalanya kata pembangunan itu sendiri akan mengandung propaganda hanya untuk melawan lawan politiknya, misalnya dalam ungkapan “kepentingan politik golongan jangan sampai mengganggu kesinambungan pembangunan bangsa”. sedangkan politikus yang berbicara ini berasal dari golongan tertentu misalnya, ungkapan ini hanya untuk melegitimasikan pesan tersirat bahwa golongannya adalah kelompok yang menentang tindakan tersebut.

Dalam kasus-kasus tindak korupsi pun para pejabat sering berkilah dengan pernyataan seolah-olah tidak melanggar hukum.

Dalam kasus suap kapal patroli, anggota komisi V DPR, Bulyan Royan menyatakan bahwa anggaran tender itu atas keputusan bersama dalam rapat komisi.

(Suara Merdeka, 14 Juli 2008)

Dana alih fungsi Hutan Tanjung Api api itu sudah menjadi urusan partai”, kata Yusuf Emir Faisal mantan ketua komisi IV DPR yang sekarang dinyatakan sebagai tersangka kasus Alih Fungsi Hutan bakau.

(Suara Merdeka, 14 Juli 2008)

Dua teks di atas merupakan penyangkalan sekaligus pelimpahan kesalahan pribadi atas kelompok atau organisasi sehingga seolah-olah tindakan tersebut bukan suatu tindakan kriminal secara pribadi. Tetapi juga tidak bisa dikatakan sebagai kesalahan kelompok, seolah-oleh tindakan tersebut sudah sesuai dengan permufakatan keputusan bersama dan prosedural. Ini adalah sebuah eufemisme rekayasa bahasa dalam bentuk kontekstual, orang awam diajak untuk berpikir tidak menyalahkan pribadi tertentu. Dan memang tidak sedikit orang awam dibingungkan dengan kalimat-kalimat seperti ini hingga akhirnya mereka tidak mau tau dan tidak keritis lagi.

  1. Kesimpulan

Dari hasil analisis penelitian di atas, maka dapat disimpulkan menjadi beberapa poin penting di antaranya;

  1. Peristilahan muncul berdasarkan fenomena tertentu dan pada masa tertentu.

  2. Pemakaian suatu istilah umumnya terasa lebih berbeda daripada referen yang digunakan sebelumnya.

  3. Istilah-istilah yang memiliki referen dan implikatur tertentu terasa lebih ampuh dalam rekayasa bahasa dalam upaya mengelabui pola pikir orang awam.

  4. Pengaburan makna menjadikan orang seperti terbodohi sehingga memunculkan sikap apatis dan antipati.

  5. Kekuatan bahasa politis mampu menguasai pola pikir masyarakat dalam penyampaian pesan-pesan politik tersebut.



DAFTAR PUSTAKA


Widdowson, H.G. 2007. Discourse Analysis. New York: Oxford University Press.

Renkema, Jan. 1993. Discourse Studies. Amsterdam: John Benjamins Pubulishing.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisa Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Rahardi, Kunjana. 2006. Bahasa Kaya Bahasa Berwibawa. Yogyakarta: ANDI Offset.

Rahardi, Kunjana. 2003. Bulir-bulir Masalah Kebahasa-Indonesiaan. Malang: Dioma.

Purwoko, Herujati. 2004. Rekayasa Bahasa dan Sastra Nasional. Semarang: Masscom Media.

Lippmann, Walter. 1999. Filsafat Bublik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sumarsono. 2004. Buku ajar: Filsafat Bahasa. Jakarta: Grasindo.

Alwasilah, Chaedar.1997. Politik Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. 1981. Politik Bahasa Nasional. Jakarta: Balai Pustaka

Harian Kompas, Suara Merdeka, Jawa Pos,

Majalah Media Indonesia.

Rekreasi di Jepang


Sala satu sudut kota Akhihabara sebagai kota elektronik terlengkap di Jepang.











Kuil Kotokuin merupakan kuil yang terletak di Kamakura, memiliki patung Budha terbesar yang disebut Amidha Budha dengan tinggi 13,35 meter.










Salah satu tempat perbelanjaan pernak-pernik di Harazuku, Tokyo.










Densha (kereta listrik), alat tranportasi dalam kota dan luar kota yang praktis. Orang Jepang lebih memilih menggunakan sarana ini dibanding mobil pribadi karena tepat waktu, aman dan nyaman.










Arena pertandingan Sumo. Olahraga ini termasuk olahraga paling populer di Jepang. Olahraga sumo pada awalnya adalah sebuah tradisi olahraga untuk menghormati para dewa dalam kepercayaan Shinto pada saat panen. Kemudian diangkat sebagai hiburan kerajaan di kalangan istana Tenno. Pada jaman samurai olah raga sumo menjadi olahraga yang mirip tinju bebas, lalu setelah masuk ke lingkungan istana ditetapkan beberapa aturan dalam pertandingan, salah satunya adalah pemain yang terdorong keluar arena dinyatakan kalah, sejak saat itu pemain sumo harus gendut sebagai salah satu pertahanan agar tidak mudah didorong ke luar arena. (sumber: Darjat, buku Siapa pun bisa bahasa Jepang: penerbit Andi Yogyakarta)




Kuil Kiyomizudera (Kuil air suci) terletak di daerah pegunungan Kyoto, ditemukan pada tahun 780 didirikan oleh sekte Hosso salah satu aliran agama Budha.








Kuil Toshogu terletak di daerah Kawagoe sebagai simbol spirit shogun Tokugawa Ieyasu, memiliki patung batu dengan 540 ekspresi wajah.