QADHA DAN QADAR: Bagi Kematangan Berpikir dan Bersikap


YAKIN AKAN QADHA DAN QADAR
(Bagi kematangan berpikir dan berserah diri)
Landasan pijak
Pembahasan keyakinan terhadap Qadha dan Qadar dalam bahasan ini lebih pada keyakinan atas keuniversalan ketetapan dan ketentuan Tuhan. Siapa pun yang yakin atas ketentuan dan ukuran itu maka kesuksesan dan kebahagianlah yang akan diraih. Pandangan Islam terhadap Qadha dan Qadar memang sangat jelas, saya akan membahas dari sudut lain tentang topik ini untuk menambah keyakinan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan hidup dapat diwujudkan dengan meyakini adanya ketentuan dan ukuran segala sesuatu dari alam raya ini. Segala sesuatu yang kita yakini dan kita inginkan maka akan kita peroleh sesuai dengan ketetapan dan ukurannya. Kekuatan Tuhan atas ketentuan dan ukurannya telah diamanahkan kepada manusia, tinggal bagaimana kita menyikapi dan mengelolanya. Seseorang yang berusaha untuk bahagia, maka ketetapan dan ukurannya ia akan meraih kebahagiaan itu, demikian juga bila kita ingin sukses dan berusaha untuk meraihnya, maka ketentuan sukses akan dicapainya beserta ukurannya.
Qadha dan qadar adalah kehendak Tuhan sebagai penentu hasil akhir dari apa yang telah diusahakan. Ketentuan dan ukuran yang ditetapkan oleh Tuhan sebagai imbalan yang pasti setimpal.
Siapa kita?
Sebuah hadist mengatakan, barang siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya. Manusia sebagai refleksi perwujudan dari keberadaan Tuhan mestinya sudah tidak perlu diragukan lagi. Diri kita terbangun dari roh dan jasad, meski Tuhan telah memberi pengetahuan sedikit tentang roh, namun bukan berarti manusia tidak diberi kewenangan untuk memahami kekuatan roh itu. Jasad sebagai wadah realisasi roh sudah merupakan cukup bukti bahwa Tuhan benar-benar berperan dalam menentukan keberlangsungan hidup manusia. Bila dicabut roh itu oleh Tuhan, maka jasad itu tidak bergerak dan sama seperti materi yang lainnya. Jasad adalah perantara bagaimana roh merealisasikan kehendak-Nya, karena roh adalah fitrah yang suci, default bawaan manusia sejak lahir. Rasa sakit karena luka pada jasad tidak akan berarti bila kita mampu mengalihkannya dengan kekuatan roh. Seorang mujahid tidak akan merasa gentar dengan kematian jika ia sudah mempercayakan raganya kepada rohnya, mitos seorang samurai tidak merasa gentar untuk melakukan harakiri saat jiwanya telah menyatu dengan semangat rohnya, bahkan pasukan Nazi sekalipun disadari atau tidak telah menyerahkan keyakinan hidupnya kepada rohnya, terlepas dari kejam atau tidaknya, karena mestinya kematian bukanlah suatu hal yang menyakitkan. Keuniversalan sifat-sifat roh adalah mengakui keberadaan Tuhan, seberapapun jiwa sadar, logika, atau keegoan manusia tidak mengakui adanya Tuhan, tetap saja roh akan menolak anggapan itu, seorang ateis sekalipun, suatu saat pasti merasakan ketakutan tertentu, dan akan mengakui ada sesuatu di luar kekuasaannya. Roh menjadikan manusia bersemangat dan bahkan tak terkendali tapi sifatnya absolut tidak mengenal ruang dan waktu, kalaupun jasad dianggap sebagai tempat roh bukan berarti ia terikat pada ruang, melainkan untuk membawa dan membimbing kearah mana manusia itu semestinya menuju.
Kita adalah manusia. Manusia yang telah dinobatkan sebagai mahluk paling sempurna oleh Tuhan. Tuhan tidak akan bohong dengan informasinya. Kalau manusia sebagai mahluk sempurna berarti kita tidak perlu takut dengan apa yang dihadapi. Kesempurnaan yang dinobatkan kepada manusia bukan saja berwujud fisik, tapi juga bisa berwujud nonfisik. Kesempurnaan menurut Tuhan tentu terkadang tidak bisa disamakan dengan kesempurnaan menurut manusia. Manusia dikatakan sempurna oleh Tuhan karena ia memiliki suatu komposisi yang seimbang yang dapat menghidupkan manusia itu sendiri hingga ia ada. Menurut kita mungkin seseorang dikatakan secara fisik tidak sempurna atau cacat, itu karena kita membandingkan dengan keuniversalan wujud manusia, bukan melihat berbagai komposisi yang harmonis yang membentuk jiwa dan raganya. Misalnya seseorang yang buta, saat berjalan ia bisa merasakan bahwa di hadapannya ada sesuatu yang menghalanginya, maka ia berusaha menghindari penghalang itu, bukankah ini suatu kelebihan, kekurangannya yang kita anggap tidak bisa melihat, namun disempurnakan ia dengan perasaan yang kuat untuk mendeteksi sesuatu, sedangkan sisi ini tidak dimiliki orang pada umumnya. Bukankah ia bisa dikatakan sempurna.
Kesempurnaan bergantung pada pikiran setiap orang. Ada orang yang merasa sudah sempurna manakala suksesnya sudah diraih, ada pula yang merasa sempurna manakala segala kebutuhannya sudah diperolehnya. Kesempurnaan mestinya selaras dengan rasa berkecukupan, maka bahagialah seseorang bila sudah merasa cukup.
Oleh karena itu hidup kita ini sebenarnya sudah sempurna. Kalau ada orang yang belajar ingin mencapai kesempurnaan, bukan berarti harus mencari jauh-jauh di luar dirinya. Temukanlah kesempurnaan, kebahagiaan, kenyamanan itu dalam diri sendiri. Ingat, manusia diciptakan oleh Tuhan berikut perangkatnya. Perangkat ini ada dalam diri kita sendiri maupun dalam alam semesta. Segala sesuatu diciptakan untuk kebutuhan manusia, makanya tidak perlu ragu untuk mendapatkannya. Untuk menemukan kekurangan dalam motivasi mencapai kesempurnaan itu adalah dengan pikiran. Tuhan mengisyaratkan bahwa sesungguhnya terdapat tanda-tanda dalam alam dan diri manusia itu sendiri bagi orang yang berpikir dan yakin. Siapa pun secara universal manusia dikaruniai pikiran. Rosulullah Muhammad S.A.W. membentuk negara Madinah karena beliau selalu berpikir bagaimana menyempurnakan tatanan kehidupan yang diridhoi Tuhan, Ibnu Sina menemukan tehnik-tehnik kedokteran karena ia berpikir bagaimana cara-cara melengkapi pengobatan, Alexander Graham Bell menemukan alat komunikasi telepon karena ia berpikir bagaimana melengkapi hubungan jarak jauh yang pada masa itu dirasakan tidak praktis, dan seterusnya. Semua yang mereka pikirkan adalah untuk mencapai kelengkapan, hingga kesempurnaan dalam kehidupan umat manusia itu sendiri.
Hakikat kesempurnaan itu sebenarnya sudah diciptakan dan ada oleh Tuhan, namun tidak serta merta kesempurnaan itu dilekatkan dalam setiap manusia dengan tidak harus difahami dahulu. Coba bayangkan jika saja manusia sudah memahami akan kesempurnaan dirinya, tentu saja tidak akan ada manusia yang mau berusaha lagi, tidak ada perjuangan, tidak ada tujuan yang ingin dicapai, tidak ada perubahan, itu artinya tidak tumbuh dinamika, maka kalau manusia tidak ada dinamika lagi, lalu untuk apa alam semesta ini diciptakan, bukankah untuk dikelola manusia? yah, khusus untuk manusia bukan mahluk lain, karena mahluk lain pun diperuntukkan bagi kesempurnaan manusia itu sendiri.
Keyakinan atas Qadha dan Qadar
Secara gampang saja, Qadha adalah ketentuan atau ketetapan dan Qadar adalah ukuran. Segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan disesuaikan dengan ketentuan dan ukuran-Nya. Tidak ada manusia diberi ketetapan yang tidak sesuai dengan ukuran dan kemampuannya. Qadha dan qadar senantiasa berjalan berkesinambungan. Semua materi termasuk manusia di alam raya ini sudah diciptakan sesuai dengan ketentuan dan ukurannya masing-masing, air misalnya ditentukan memiliki sifat dapat mengikuti bentuk sesuai yang ditempatinya, dan ia memiliki wujud cair sehingga fleksibel, ia tidak akan sama dengan sifat-sifat yang dimiliki api, karena kalau sama, itu berarti tidak sesuai dengan qadar-nya sebagai air. Demikian juga manusia
Tetapkanlah suatu target sebesar-besarnya yang bisa jadi meski menurut jiwa sadar atau logika kita tidak mungkin, tapi percayalah jiwa bawah sadar kita akan merespon dengan antusias dan akan mengarahkan prosesnya pada ketetapan dan ukuran yang besar pula. Saya punya beberapa sahabat yang memiliki kekuatan berpikir dan berkeyakinan bahwa ketentuan yang besar akan diraih bila ukuran yang ditergetkan juga besar. Mereka ingin mencapai pendapatan perbulan 50 juta rupiah yang diusahakan oleh lima orang, maka target yang dicanangkan bukan 50 juta melainkan 100 juta, mengapa demikian, sesungguhnya mereka menegaskan dalam jiwa bawah sadarnya yang cerdas dan tidak banyak pertimbangan untuk mengharapkan itulah yang harus diraih. Meskipun pada akhirnya hasil yang diraih maksimal mencapai 45 juta, tapi itu adalah hasil terbaik karena sudah qadha dan qadar-nya. Kalau saja mereka menargetkan sesuai angka real yaitu 50 juta, sudah barang tentu semangat untuk meraihnya pun hanya sebesar itu dan bisa jadi hasilnya menjadi tidak maksimal. Maka di sini berlaku hukum bahwa,
Semangat yang kita gerakan adalah sebesar target yang kita tetapkan.
Oleh karena itu, jika kita menetapkan target, katakanlah target real kita angka 10, maka tegaskan pada bawah sadar kita untuk meraih dua kali lipat atau kalau perlu sepuluh kali lipat dari target real, maka yakinlah bahwa semangat untuk berusaha kearah pencapaian pun akan sebesar sepuluh kali lipat pula. Inilah yang dikatakan sebagai Qadha dan Qadar.
Hal ini sejalan dengan pola pikir kita, misalnya suatu saat kita punya kebutuhan mendesak, katakanlah kita butuh uang 500 ribu rupiah, sedangkan kita sedang tidak memiliki uang itu, terpaksa harus meminjam kepada tetangga atau teman. Pada kondisi tertentu ternyata teman kita juga sedang pas-pasan, dengan memahami keadaan ini, cobalah kita meminjam sejumlah 1 juta rupiah, dan kalau ia teman atau tetangga yang baik paling tidak akan berkata, ”Aduh maaf, kalau uang sebanyak itu saya tidak punya, tapi kalau cuma 500 ribu sih ada.” bandingkan jika kita meminjam sesuai jumlah yang kita butuhkan, bisa jadi kita hanya mendapatkan setengah dari apa yang kita harapkan. Namun pada kondisi ini tentu saja berbeda kasusnya bila teman itu memang meminjamkan sesuai yang kita minta.
Kekuatan bawah sadar
Sebuah kekuatan yang dahsyat berada pada diri kita sendiri. Obat paling mujarab 90% adalah diri kita sendiri, jadi mengapa kita tidak tahu potensi diri kita sendiri. Segala sesuatu yang kita rasakan adalah berasal dari hasil penciptaan pikiran kita. Rasa sakit kita rasakan karena dalam pikiran terdapat memori tentang rasa sakit, tapi cobalah kita balikkan fakta tersebut. Pikiran yang berupa semangat dapat mengubah segalanya. Seorang samurai ketika melakukan harakiri (hara ’perut’, kiri ’memotong’), ia mampu bertahan dalam beberapa detik untuk melakukan sayatan demi sayatan pada perutnya, mengapa ia bisa bertahan hingga bisa menuntaskan proses harakiri-nya? jawabnya karena kekuatan pikiran mampu mengendalikan dan memberi semangat kedalam jiwanya.
Alam pikiran manusia terbagi dalam dua zona, yaitu pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Sebenarnya kedua pikiran kita ini selalu saling berdialog sepanjang hayat berdaarkan perannya masing-masing. Ketika pikiran sadar menginginkan suatu tindakan maka pada prosesnya pikiran bawah sadar turut melakukannya, Pernahkan kita terpikirkan saat kedua tangan kita melakukan pekerjaan, sementara jantung selalu memompa darah selama dua puluh empat jam, Pada saat kita memikirkan sesuatu atau sedang melamun misalnya, maka pikiran kita akan melakukan dialog, realisasi dari dialog itu seolah-olah jika kita melihat orang lain seperti ngomong sendiri, padahal itulah kenyataannya bahwa pikiran sadar dan bawah sadar sedang berdialog.
Pada saat kita sedang menetapkan suatu keinginan, maka katakanlah keinginan kita itu kepada jiwa bawah sadar, niscaya ia akan mendengar tanpa melupakannya sedikit pun. Kecerdasan bawah sadar tidak akan membohongi kita. Ia memantau tanpa henti dan akan bertindak sesuai keinginan dan harapan jiwa sadar kita. Kecerdasan yang dimiliki jiwa bawah sadar menjadikan segala tindakan yang diinginkan jiwa sadar akan akurat dilakukan. Pernahkah kita membayangkan suatu ketika, dalam rutinitas yang kita lakukan ternyata banyak yang dikelola oleh jiwa bawah sadar. Jiwa sadar hanya melaporkan dan mengatakan rencana, dan pada pelaksanaannya jiwa bawah sadarlah yang membimbing kita ke jalan menuju hal yang dinginkan.
Pada rutinitas pagi, kita mengatakan secara sadar dalam hati berniat akan segera berangkat ke kantor pukul tujuh. Niat ini secara tidak langsung sebenarnya disampaikan jiwa sadar kita kepada jiwa bawah sadar yang sudah faham keinginan tersebut. Kemudian jiwa bawah sadar dengan rela akan melakukan rangkaian kegiatan secara otomatis sampai pada saat jam menunjukkan pukul tujuh. Rangkaian kegiatan tersebut bisa berupa bersiap-siap, mandi, sarapan dan lain-lain, kemudian pada saatnya pukul tujuh jiwa bawah sadar itu akan mengingatkan kita agar segera berangkat. Sampai dalam perjalanan, pasti kita pernah melakukan serangkaian tindakan secara sadar, seperti mengobrol sambil nyetir, berpikir tentang rencana-rencana yang akan dilakukan di kantor dan lain-lain, hingga tanpa terasa tiba-tiba kita sudah sampai di tempat kerja, nah siapakah yang mengontrol kendaraan kita, mengarahkan jalan dan membimbing kita? tiada lain jiwa bawah sadar kita yang cerdas dan telah terlatih.
Kita hanya perlu melaporkan tujuan yang akan dilakukan dan pada prosesnya biarlah pikiran bawah sadar kita yang dahsyat yang akan melakukannya. Tetapkan hati dengan konsisten dan lakukanlah dialog padanya tentang harapan kita, maka ia pasti akan melakukannya dengan tanpa kita bersusah payah. Bila segala sesuatu yang berat selalu kita serahkan kepada alam bawah sadar maka sesungguhnya kita melatih diri sendiri untuk melakukan keikhlasan. Kekuatan bawah sadar akan merefleksi saat kita terdesak tanpa harus diminta. Seorang ahli bela diri akan secara refleks menangkis atau menghindari sebuah serangan, maka pada saat inilah pikiran bawah sadar yang sudah terlatih yang berperan, pikiran sadar tidak akan tahu bagaimana prosedur menghindar pada saat itu dalam sekejap, tapi pikiran bawah sadar tidak akan menunggu perintah ia akan otomatis merespon apa yang seharusnya dilakukan.
Alam bawah sadar mencetak apa yang dikehendaki oleh alam sadar, ia mampu mengakumulasi segala kehendak baik yang positif maupun yang negatif. Jika kita mampu berpikir secara benar, tepat, harmonis, menyenangkan, lalu secara tidak disengaja mengendap dalam pikiran bawah sadar, maka pikiran bawah sadar akan melipatgandakan daya kerjanya dengan cara yang terbaik dan jujur. Dalam kasus tertentu, terkadang kita mengatakan “ Akan saya coba dulu”, “Sepertinya saya tidak akan mampu”, maka sesungguhnya bahwa pikiran dan perasaan bawah sadar kita akan menanggapi apa yang dikatakan oleh pikiran sadar kita. Pikiran sadar mengatakan hal tersebut karena mungkin memiliki pertimbangan rasional, tapi tidak berlaku bagi pikiran bawah sadar. Ia akan berlaku indifenden untuk memutuskan mampu untuk melakukannya, karena ia yakin bahwa Tuhan telah memberi kemampuan untuk itu. Anggapan mampu dan tidaknya suatu tindakan yang akan dilakukan tentunya didasarkan pada getaran energi yang ada pada jiwa bawah sadar. Jadi tidak serta merta apapun dapat dilakukan. Pikiran bawah sadar seorang tukang becak tidak akan mengatakan ia mampu menjadi presiden, karena getaran energi yang mengarah ke sana hampir tidak memungkinkan atau bahkan mungkin tidak ada dari berbagai aspek. Lain lagi misalnya bagi seorang dosen, pikiran bawah sadar akan mengijinkan untuk mengatakan mampu karena paling tidak getaran energi yang melingkupinya dapat mendukung ke arah sana, misalkan karena pertimbangan intelektualitas, banyaknya relasi, kompetensi dan faktor-faktor yang memungkinkan energi itu mengalir ke arah tujuan yang dimaksudkan.
Dalam dunia kesadaran, pikiran selalu berkolaborasi dengan hati, sedangkan dalan dunia bawah sadar, pikiran selalu berkolaborasi dengan nurani, itu sebabnya nurani tidak akan pernah bisa bohong, karena ia melekat dengan pikiran bawah sadar, ia akan muncul dan disadari apabila terjadi suatu pertentangan batin. Pikiran sadar mengatakan ‘tidak’, padahal sebenarnya menurut nurani mengatakan ‘ya’. Oleh karena itu kejujuran adanya pada nurani, karena nurani dapat merasakan keikhlasan dan penerimaan yang sangat tinggi, ia akan merasakan tanpa rekaan pikiran sadar. Pikiran sadar akan dikalahkan oleh nurani kalau kita mau benar-benar terbuka untuk menjelmakannya. Nurani adalah fitrah manusia yang dikaruniakan oleh Tuhan untuk mendampingi manusia sadar agar dapat merasakan kejujuran dan kebijaksanaan.
Pikiran kita
Pikiran kita akan mampu menciptakan segala yang kita impikan. Karena pada hakekatnya pikiran itu sebagai alat dan cara untuk menjelmakan apa-apa yang sudah disediakan Tuhan untuk kita. Apapun yang kita pikirkan untuk takut, maka akan takutlah diri kita, namun sebaliknya jika kita berpikir berani, maka akan beranilah kita. Getaran-getaran pikiran manusia antar manusia atau alam akan saling mempengaruhi, jika getaran positif yang kita alirkan, maka fenomena positiflah yang akan menghampiri kita, demikian juga jika getaran negatif yang lebih dominan, maka fenomena negatiflah yang akan menghampiri. Inilah oleh para ahli dikatakan sebagai hukum ketertarikan. Manusia akan saling mempengaruhi satu sama lainnya baik dengan alam maupun manusianya itu sendiri.
Jiwa dan raga yang sehat terbentuk dari pola pikir yang sehat. Apapun yang secara mental kita terima dan diyakini, maka akan mengendap dalam pikiran bawah sadar.
Kebutuhan dan keinginan
Kebutuhan dan keinginan adalah hal yang berbeda. Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi dengan penuh pertimbangan dan dapat mencukupkan diri kita sendiri, sedangkan keinginan sifatnya tidak terbatas. Keinginan pada setiap diri kita sangat banyak, itu sebabnya mengapa kita sebagai manusia selalu merasa tidak puas terhadap segala keinginan yang sudah diperoleh. Keinginan akan bersifat positif manakala disesuaikan dengan kebutuhan. Keinginan bisa memuat nafsu yang tak terkendali sehingga tidak mempertimbangkan apakah keinginan tersebut dapat terpenuhi sesuai kebutuhan atau tidak, dan banyak dari kita merealisasikan keinginan itu tanpa memperhatikan ketepatan dalam pemenuhan kebutuhan itu. Pada saatnya nanti keinginan-keinginan itu dapat membangun sifat-sifat riya, sombong dan tidak bersyukur.
Sementara itu, pemenuhan keinginan yang disesuaikan dengan apa yang kita butuhkan dapat menciptakan diri kita yang selalu berkecukupan.
Berani introsfeksi diri
Ikhlas akan keberterimaan diri kita memang terkadang di luar kemampuan untuk dikendalikan. Tapi yakinlah bahwa segala sesuatu sudah ditentukan apa adanya. Berpikirlah bahwa kebahagiaan dan keikhlasan untuk menerima itu hanya dapat diciptakan oleh diri sendiri, kesalahfahaman yang terjadi pada orang lain tentang diri kita adalah efek atau refleksi dari diri kita. Saya memilki seorang atasan ia memandang saya sebagai orang yang tidak kompeten dalam beberapa hal, meskipun di sisi lain ia mengakui kemampuan saya dalam bidang tertentu. Pada mulanya saya merasa bahwa saya tidak diberi kepercayaan penuh pada tugas tertentu, dan hal ini membuat saya merasa marah, seolah-olah merasa tidak diakui dan meremehkan kemampuan saya hingga akhirnya saya merasa tidak simpatik padanya. Satu sisi mungkin baik bagi saya karena dengan adanya perasaan itu membuat saya untuk terus berusaha membuktikan kompetensi yang saya miliki, dan ingin menyatakan bahwa saya mampu. Namun sisi lain ternyata perasaan seperti itu menguras banyak energi, perasaan, dan pikiran, benar-benar menyiksa. Akhirnya saya putuskan untuk tidak memikirkan dari sisi ketersiksaan itu. Saya refleksikan bahwa apa yang membuat atasan saya itu berpikir demikian adalah karena bermula pada diri saya sendiri. Terlepas dari pertimbangan otoritas dan karakter seorang atasan, saya lakukan instrosfeksi diri dan menemukan bahwa ternyata memang kinerja saya yang kurang bagus, ketaatan dan disiplin kerja yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya, dan jiwa penentangan saya yang membuat atasan saya tidak berkenan. Pertentangan yang dibalas dengan perlawanan hanya akan menghasilkan penolakan, itu sebabnya mengapa pada saat itu saya tidak berdaya.
Menumbuhkan kepercayaan kepada orang lain sifatnya tidak bisa dipaksakan, seperti kita bercermin, maka yang ditemukan adalah wujud kita yang mirip seperti apa adanya meskipun jenis, ukuran, posisi cermin kita ubah, tapi gambar kita akan tetap sama, bila bagian tubuh kita gerakkan maka wujud yang ada dalam cermin pun akan bergerak sama percis seperti yang terjadi pada yang aslinya. Demikian juga pada saat kita ingin membangun kepercayaan, orang lain adalah cermin bagi diri kita, ketika kita berkata tidak senonoh pada seseorang, maka orang tersebut akan bereaksi sama seperti yang kita lakukan meski dalam bentuk yang berbeda, namun esensinya tetap sama yaitu sama-sama ketidaknyamanan. Orang mempercayai kita, karena pada awalnya kita telah memberikan kepercayaan pada orang tersebut. Awali pemberian itu dan jangan hanya menunggu untuk penerimaan. Kalau kita hanya menunggu dan tidak mengawali, ingatlah bahwa sesungguhnya orang lain tidak semua, atau belum tentu mau melakukan pemberian. Kalau kita memberikan refleksi kebaikan maka kebaikan pula yang akan menghampiri kita. Ingatlah prinsip bahwa yang mengatur diri kita dan alam semesta adalah diri kita sendiri sebagai delegasi kekuatan Tuhan, untuk itu kewenangan yang kita miliki untuk mengelola alam semesta ini bermula dari setiap manusianya. Alam ini akan bersikap bijaksana bila kita memperlakukannya dengan bijak, demikian juga seseorang akan berlaku baik kepada kita bila kita berlaku baik pula padanya. Ini adalah hukum yang sudah digariskan oleh Tuhan.
Komunikasikan dengan orang terdekat
Setiap bangun pagi menyongsong hari yang harus dijalani, saya selalu berkata kepada istri saya, “Hari ini pun semangat, ya Mi!”, sambil saya peluk. Sesungguhnya ucapan itu sengaja saya buat untuk mengkomunikasikan dan menegaskan ke dalam bawah sadar bahwa saya benar-benar siap menghadapi hari itu dengan penuh percaya diri dan menyenangkan.
Kekuatan Qadha dan Qadar
Mencapai keikhlasan hati
Keyakinan terhadap qadha dan qadar akan membuat kita merasa ikhlas dalam menerima segala sesuatu. Bagaimana cara kita membangkitkan keikhlasan hati melalui keyakinan qadha dan qadar ini. Yakinlah bahwa apa yang telah ditentukan adalah disesuaikan dengan ukurannya. Hasil yang dicapai sesuai dengan apa yang telah diusahakan. Kekuatan tangan Tuhan sangat adil dengan segala pertimbangannya. Manusia tidak ada yang kurang atau dirugikan oleh Tuhan sedikitpun, kecuali pikiran egonya yang selalu merasa begitu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar