Jepang: Politik dan Pemerintahan

Politik dan pemerintahan

Kekuasaan politik sebelum tahun 1868 berada di tangan militer atau shogun, kemudian pasca Restorasi Meiji (1868) kekuasaan pemerintah dikembalikan kepada Tenno atau kaisar.

Jaman reformasi meiji, segala tatanan sosial, politik dan bidang-bidang lainnya berubah drastis secara total. Pada masa ini pula lahirnya piagam pemerintahan yang dikenal sebagai Konstitusi Meiji. Konstitusi ini lahir dari keinginan kaisar dan bukan keinginan masyarakat pada umumnya. Di bawah konstitusi inilah pertama kali Jepang mulai mengenal sistem parlemen, yaitu lembaga negara tertinggi yang dikenal sebagai Dewan Kekaisaran yang menganut azas bicameral legislatur (dua badan perwakilan) yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Istana.

Dewan Perwakilan Rakyat dipilih langsung dari rakyat yang secara teori hal ini membuka kesempatan kepada seluruh warga untuk menjadi anggota badan legislatif, namun pada prakteknya ada ketentuan yang sangat memberatkan yaitu yang memiliki hak untuk menjadi anggota adalah laki-laki yang sudah berusia 25 tahun dan sudah mampu membayar pajak lebih dari 15 yen per tahun. Akibatnya sangat sedikit yang bisa menjadi anggota kecuali orang-orang yang memeiliki kaitan dengan pihak kaisar. Sementara itu Dewan Istana anggotanya sudah secara otomatis dari kalangan keluarga kaisar dan para bangsawan istana. Dengan sistem kekuasaan ini pada dasarnya kekuasaan legislatif tidak secara langsung berada di tangan kaisar. Sebagai contoh, ada beberapa hal bahwa suatu keputusan tidak mesti lewat kesepakatan atau keputusan Dewan, melainkan keputusan Kaisar karena keputusan Kaisar sudah berarti keputusan Dewan. Pada tataran tertentu Kaisar seolah-olah memiliki hak prerogatif yang independen untuk mengambil komando tanpa harus kompromi dengan Dewan atau pun kabinet. Dengan demikian, apa bila Kaisar mengambil alih komando terhadap angkatan bersenjata, maka Kaisar dapat menontrol militer bagi persiapan perang.

Pada masa konstitusi pascaperang, Dewan dan Konstitusi mengalami perubahan dari segi isi maupun karakter. Perubahan Konstitusi Meiji ini dilandasi oleh isi dari perjanjian Postdam tahun 1945 mengenai penghentian perang dan menciptakan kedamaian. Konstitusi dikembalikan kepada tujuan semula dengan kekuasaan berada di tangan rakyat dan mengganti Dewan Istana menjadi Dewan Konsilor. Dengan demikian Parlemen tidak lagi disebut sebagai Dewan Kekaisaran melainkan Dewan Nasional yang terdiri dari dua organ yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konsilor. Dewan Konsilor adalah meskipun anggotanya sama seperti pada saat sebagai Dewan Istana namun kekuasaannya sudah tidak sekuat pada sebelum tahun 1945, malah sebaliknya kekuasaan yang lebih kuat adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil kekuasaan rakyat.

Konstitusi modern berdasarkan azas fundamental yakni;

  • Mengembalikan kekuasaan kepada rakyat.

  • Menjamin dan menjunjung hak asasi manusia.

  • Negara menciptakan perdamaian.

Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat atas Kabinet adalah bahwa Dewan berhak menunjuk seorang Perdana Menteri sebagai kepala Kabinet, dan dapat memberhentikannya dengan mengajukan resolusi tidak percaya.

Provisi prosedural mengenai ketetapan anggaran dasar negara harus mendapat persetujuan dan jaminan dari Dewan, dan jika di dalamnya Dewan Konsilor tidak setuju, maka keputusan dapat ditetapkan hanya oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai keputusaan lembaga Dewan. Dalam penunjukkan Perdana Menteri pun tampaknya demikian, tercatat satu kali ketidaksepakatan antara dua Dewan tersebut, yaitu pada tahun 1948 pada saat penentuan Hitoshi Ashida sebagai perdana menteri yang ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan Shigeru Yoshida yang ditunjuk oleh Dewan Konsilor, namun pada akhirnya keputusan Dewan Perwakilan Rakyat lah yang menang. Hingga sampai sekarang pun belum ada Perdana Menteri Jepang yang berasal dari anggota Dewan Konsilor, meskipun secara hukum, dalam Artikel 67 dikatakan bahwa Perdana Menteri dan kabinetnya dapat dipilih dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konsilor. Namun kenyataannya anggota Dewan Konsilor tetap menjadi golongan minoritas.

Konstitusi berdasarkan sistem kabinet parlementer memiliki ciri:

  1. Perdana Menteri ditunjuk dari anggota Dewan dengan resolusi Dewan.

  2. Mayoritas anggota kabinet dipilih dari anggota Dewan.

  3. Kabinet bertanggung jawab secara kolektif kepada Dewan.

  4. Jika Dewan Perwakilan Rakyat mengajukan resolusi tidak percaya kepada kabinet, maka kabinet hendaknya bubar secara masal atau jika tidak, Dewan Perwakilan Rakyat yang bubar dalan 10 hari.

  5. Menteri negara dan ofisial pemerintah bisa hadir dalam rapat kedua Dewan.

  6. Perdana Menteri yang mewakili kabinet mengajukan anggaran kepada Dewan.

  7. Kabinet dapat membubarkan Dewan.

  8. Pada saat pemilihan dilangsungkan, maka kabinet membubarkan diri secara menyeluruh dan kekuasaan negara dialihkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Sistem parlementer di Jepang menggunakan sistem Dewan Nasional yang berlaku sejak 1946, dan mulai efektif setahun berikutnya.

Pada mulanya Dewan Perwakilan Rakyat memiliki anggota sebanyak 511 orang yang dipilih dari pemilihan distrik, dan anggota Dewan Konsilor beranggotakan 252, dengan sistem pemilihan, 100 anggota dipilih dengan sistem proporsional (penujukkan langsung) dari seluruh Jepang, dan 152 ditentukan berdasarkan pemilihan di tiap distrik. Namun dewasa ini keanggotaan Dewan mengalami perubahan, 480 kursi untuk Dewan Perwakilan Rakyat dan 242 kursi untuk Dewan Konsilor.

Setelah lahirnya Konstitusi Meiji Jepang menunjuk pemimpin negara tanpa melalui pemilihan yang proporsional sesuai aturan Konstitusi, karena pada tahun 1868 atau pada masa Dewan Kekaisaran, kekuasaan Dewan Istana masih sangat kuat dibanding Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga penetapan seorang pemimpin dapat dilakukan hanya dengan melalui wewenang Dewan Istana. Barulah pada tahun 1946 setelah peralihan Dewan Kekaisaran menjadi Dewan Nasional pemilihan dengan sistem parlementer dilaksanakan lebih efektif.

Tercatat sejak tahun 1885 (sejak masa Dewan Kekaisaran) sampai tahun 2008, Jepang telah dipimpin oleh 58 kepala negara atau Perdana Menteri dengan jumlah 91 kali pemilihan dan beberapa di antaranya ada yang menjabat beberapa kali periode, berikut adalah nama-nama Perdana Menteri Jepang berdasarkan tahun mulai menjabat dalam pemerintahan.


Partai di Jepang hingga tahun 1980-an terdiri dari Partai Demokrat Liberal dibentuk tahun 1955, Partai Sosialis Jepang dibentuk tahun 1945, Partai Sosialis Demokratik dibentuk tahun 1960, Partai Besih dibentuk tahun 1964, Partai Komunis Jepang dibentuk 1922, Klub Liberal Baru dibentuk tahun 1976, Partai Demokratik Sosial Persatuan dibentuk tahun 1978.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar